M A L A N G
[Cerita mengenai Backpacker dan
Aplikasi Go Jek]
Perjalanan ini saya tempuh dengan
enam teman saya, Desta, Reza, Fida, Galuh, Widia, dan rengga. Dua cowok dan
lima cewek. Selasa, 18 Desember 2018 di Surabaya menjadi awal mula perjalanan
kami. Ini bukan pekan liburan, kami masih ada beberapa tanggungan ujian
perbaikan atau populer disebut ‘UP’ oleh anak kampus A. Minggu ini tidak
sesibuk dua minggu UAS kemarin, jadilah kami nekat ke Malang. ‘Kapan lagi kalau
nggak sekarang?’ pikir kami.
Pagi hari saya ditugasi Desta untuk
membeli tiket di Gubeng Lama, tiket go show untuk siang hari. Nihil, tiket
sudah lama habis (termasuk yang berdiri) yang ada hanya tiket untuk malam jam
delapan. Berbekal chat group akhirnya kami sepakat mengambil tiket yang berharga
Rp10.000,00 tersebut setelah perdebatan panjang. Saya membeli tiket empat
dengan tujuan Stasiun Malang Kota Baru. Siangnya Rengga dan Widia membeli tiga
tiket dengan tujuan yang sama hanya saja kami pisah gerbong.
Kami kumpul di Stasiun Gubeng Baru,
jam 19.50 WIB kereta kami berangkat. Dan seperti yang tertera di tiket, kami
sampai di Malang pada pukul 22.28 WIB. Ini adalah perjalanan ternekat dan tanpa
tujuan. Keluar dari stasiun kami ngemper dulu, sudah seperti bocah hilang saja
haha. Kami semua mengandalkan telepon genggam dan internet untuk mencari masjid
terdekat. Ya, demi menghemat kami memutuskan untuk menginap masjid saja.
Sebelum mulai pencarian kamu sempat singgah di taman dekat stasiun dan menunggu
Reza beli minum, lumayan lama soalnya disini kami menemukan tempat duduk dan eyel-eyelan mengenai pembacaan peta
(maklum, tidak semua dari kami pandai membaca peta, semua cewek tidak bisa
termasuk saya). Dengan berbekal google maps dan kepercayaan kami, Desta mencari
masjid terdekat. Masjid pertama yang kami tuju ternyata masjid sekolah (yakali
aja kami nginep di masjid sekolah hmm). Ok, dengan sedikit pengetahuan Fida dan
Google Maps (yang masih dibaca Desta) kami memutuskan untuk ke masjid Alun-Alun
Malang yang ternyata sudah tergembok rapat (Ya Allah, sepertinya niat kami
salah makanya masjid gaada yang bukaan). Ini lebih parah, salah satu teman kami
ada yang kebelet buang air kecil dan mendekati masjid barangkali kalau hanya
numpang ke kamar mandi boleh, baru aja nyentuh gagang pintu dan mengakibatkan
bunyi sedikit sudah membuat si bapak penjaga bernada tinggi dan bermaksud
mengusir kami. Ok, kami pergi ke Alun-alun saja. Semua perjalanan kami sampai sini
kami tempuh dengan jalan kaki, namanya juga jalan-jalan.
Sekitar pukul setengah duabelas
malam kami sampai ditempat duduk dekat air mancur, kami memutuskan untuk tidak
tidur dan akan menyusun rencana untuk wisata esok pagi. Kami mulai berdebat dan
voting untuk tujuan dan estimasi waktu yang kami perlukan. Dan yang paling
penting adalah akomodasi kami. Kami membagi tugas, ada yang membuka google
maps, grab, go jek, dan browser. Pertama kami mencari transportasi umum dan
biayanya, setelah itu kami melakaukan banding harga dengan aplikasi go jek dan
grab. Ternyata selislihnya beda tipis, dan kami memututuskan untuk menggunakan
go jek (go-car large berkapasitas tujuh orang) dengan beberapa pertimbangan. Menggunakan aplikasi
go jek ternyata juga perlu strategi, pasalnya ketika kami langsung pin dari
alun-alun ke paralayang bertarif seratus lebih. Tetapi ketika kami pin dari
Alun-Alun Malang ke Alun-Alun Kota Batu dan kami lanjutkan Alun-Alun Kota Batu
ke Paralayang totalnya hanya Rp80.000,00 jadi disini kami main hitung-hitungan
dan pintar-pintar cari rute. Pokoknya gak habis banyak di transpot, titik.
(rencana perjalanan)
Semakin malam, untungnya kami semua
membawa jaket dan minyak kayu putih (ini sangat membantu). Akhirnya satu per
satu mengantuk dan memutuskan untuk bergantian tidur, kami tidur dengna bantal
tas dan tanpa alas. Ini sangat tidak patut untuk dicontoh, pasalnya liburan
harus dalam keaadan fit dan tidur cukup itu keharusan yaaa… . Reza adalah yang
berhasil tidak tidur semalaman, dan dia curi-curi tidur di dalam grab, kami
harus memaklumi dan sangat berterimakasih. Terimakasih Reza
Ketika suara ngaji menjelang subuh terdengar kami semua beranjak untuk ke
masjid tujuan kami semlam. Kami sepakat setelah subuh kami akan ke stasiun
untuk membeli tiket go show . Jadi sebelum subuh kami semua sudah harus mandi
dan bersiap diri. Kami salat subuh
berjamaah dan setelah itu langsung jalan kaki menuju stasiun semalam.
Daaaann…. tiket yang masih ada hanya jam 12.26 dan itupun tanpa tempat duduk
(berdiri). Kami rundingan lagi, ‘Masa iya kita ubah rencana lagi’ kata salah
satu kami. Ok, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke Surabaya menggunakan
tayo (bis), yang artinya pengeluaran kami akan bertambah. Tapi daripada tidak
pulang atau hanya sebentar berwisata, tayo adalah penyelamat ketika thomas
(kereta) tidak ada haha terimakasih tayo. Rencana wisata sudah matang, yuk mari
kita jalan…sebelumnya kami patungan Rp30.000,00 untuk mengisi saldo go pay. Dan
ini masih sangat pagi.
Drama selanjutnya adalah top up go
pay. Cara pertama yang kami lakukan adalah melalui ATM BNI (ini atm
satu-satunya yang ada distasiun) entah kami yang kurang canggih atau memang di
menu-nya tidak ada. Sudah berulang kami coba dengan berbagai orang yang
berbeda. Akhrinya dua orang dari kami mencari atm lain yang tidak jauh,
kira-kira 100m ada ATM BRI, dan seperti awal tidak bisa. Lalu satu dari kami go
jek sampai ke alfamart terdekat untuk top up, dan si kasir memberi informasi
bahwa top up dapat dilakukan mulai pukul tujuh pagi. Dan ini masih sangat pagi.
Kami tidak mungkin menunggu hingga pukul tujuh. Akhirnya kami mengawali
perjalanan dengan grab dibayar dengan OVO dan menggunakan promo, tidak apa
sedikit lebih mahal daripada harus tertunda berjam-jam.
Tujuan pertama kami menuju ke
alun-alun batu untuk sarapan, kami pencar mencari sarapan sesuai selera. Dan
disini meskipun masih pagi, banyak sekali makanan (saya suka sekali, saya suka
makan). Ada singkong keju, cakue, bubur ketan, bubur kacang hijau, bubur ayam,
pecel, nasi uduk, nasi kuning, pertula, dan masih banyak lagi. Setelah sarapan
kami menuju ke Paralayang. Dan kami sudah berhasil mengisi saldo go pay.
Paralayang, supir go car adalah
drama selanjutnya. Bapak driver
memberi informasi sekaligus promosi yang isinya seperti ‘Kamu harus percaya
dengan saya dan lakukan saran saya’ serta tidak lupa seperti mengintimidasi,
saya tidak suka. Si bapak menawarkan untuk tour dengan biaya per orang
Rp100.000,00 (yakali pak, kami mahasiswa kere ini. Bapak nggak liat apa kami
gembel? Wkwk). Tapi salah satu informasi dari bapaknya ada yang benar dan
lainnya kami anggap bualan karena memang tidak sesua dengan yang dibicarakan.
Ketika mencari go car untuk naik ke paralayang banyak driver yang mau mengambil, tapi untuk turun kami harus mengandalkan
keberuntungan karena di daerah batu bagian atas hampir tidak ada go car.
Untunglah kami pergi ke Paralayang bertepatan musim liburan sekolah, jadi kami
bisa turun karena lumayan banyak go car yang naik sehingga kami mendapatkan go
car untuk turun. Di Paralayang ini ada kami harus membayar Rp10.000per orang untuk
masuk dan gratis untuk driver karena
masih pagi dan hanya bertujuan menurunkan kami. Selain Gunung Banyak ada dua
pilihan wisata lain yang ditawarkan yaitu Rumah Pohon dan Taman Langit yang
masing-masing dipasang tarif Rp10.000,00. Setelah puas berfoto dan berkeliling
kami order go car untuk lanjut ke Coban Rais. Setelah sampai, kami membayar
Rp10.000,00 perorang untuk tiket masuk. Baru saja masuk, kami berhenti didepan
peta wisata ‘air terjun 5km', bisa setengah jam kita kalo jalan kesana. Kalo
nggak dapet go car mati kita. Ini tempatnya tinggi banget loh, kalian sih tadi
tidur. Tinggi polll… .’ Ok, kita foto sebentar dan Rengga beli oleh-oleh dan
kemudian memesan grab lalu kami keluar. Jangan bayangkan ini sudah sore, ini
masih siang bolong dan baru mau memasuki salat dhuhur. Tapi tidak mendapatkan
go car dan tidak bisa turun adalah suatu bayangan yang buruk. Jadi jika ingin
ke Coban Rais mending dari pagi dan masih dalam keaadan sangat fit, karena
kalau mau jalan lumayan jauh. Tapi capek-capek pasti akan terbayar, lalu disini
juga tidak hanya air terjun saja, banyak pilihan wisata lain seperti Batu Flower
Garden dan masih banyak lagi. Sayang sekali kami harus pergi. Oiya selain jalan, sebenarnya ada ojek yang saya tidak tahu tarifnya. Menurut informasi yang saya dapat (semoga benar) tarif ojrk berkisar Rp10.000,00 disetiap tujuan. Yaitu Ke bukit bulu - batu flower garden- coban rais, karena coban rais menyuguhkan banyak pilihan wisata sebelum mencapai air terjunnya. Jika langsung ke air terjunnya saya kurang tahu harganya.
Go car selanjutnya menuju ke masjid
A.R. Fachruddin kampus UMM untuk salat Dhuhur karena sudah waktunanya dan
dilanjutkan dengan mencari makan disekitar kampus agar dapat harga murah. Setelah
itu main UNO disekitaran kampus sambil menunggu salat ashar dan setelah itu
menuju ke Terminal Arjosari untuk naik bis ekonomi yang bertarif sekitar
Rp15.000,00 (saya agak lupa). Yang saya ingat, kami terjebak macet karena ini
musim liburan. Dan drama selanjutnya adalah kami kemalaman sampai di Terminal
Bungurasih dan harus turun dalam keadaan hujan. Kami lanjut naik bis menuju
Jembatan Merah dan memesan Grab menuju ke Stsiun Gubeng Baru. Dan sampai kost.
Alhamdulillah… meskipun banyak tujuan wisata yang kami lewatkan, selanjutnya
semoga perjalanan lebih baik, amin.
Foto perjalanan saya ada di highlight instagram saya @elnikenw
[Cerita tambahan]
Antara Thomas dan Tayo
Thomas adalah transportasi terbaik
dengan harga yang murah (atau sangat murah) meskipun terkadang harus tanpa
tempat duduk, atau mbak-mbak bagian tiketing yang akward. Jadi ketika Rengga
membeli tiket, si mbak bilang kalau tiket tujuan malang sudah habis, bisanya
hanya sampai lawang. Dan lawang samapi malang kota itu masih jauh. Akhirnya aku
bilang ke rengga ‘Beli aja Reng daripada nggak berangkat, ntar waktu sampe
lawang kamu, Widia, dan Galuh gausah turun. Gapanglah.’ Pas mau dibeli dan si
mbaknya bilang kalau tanpa tempat duduk, haduh mampus. Karena kami berempat
dapat tempat duduk, nanti tempat duduknya bisa kita gantian lah, atau duduk
yang awalnya dua orang bisa dipakai untuk bertiga. ‘Beli aja Reng, gapapa.
Nanti kita gantian duduknya.’ (kira-kira percakapannya seperti itu si). Dan setelah
tiket dicetak ternyata tiketnya sama seperti tiket yang aku beli, persis hanya
beda gerbong saja, dapat tempat duduk dengan tujuan akhir Stasiun Malang Kota
Baru. Oh Mbak, terimakasih sudah membuat kami kebingungan setelah banyak sekali
drama.